Tuesday, February 22, 2011

Kudus Kota Pelajar bukan Impian

“Kudus Kota Pelajar?” Sepintas, rasanya ini adalah sebuah cita-cita yang –bisa dibilang- sangat berlebihan dan ngoyoworo. Karena untuk mewujudkannya, membutuhkan kerja ekstra keras dan tanpa kenal lelah. Baik stake holders (Pemerintah Daerah) dan masyarakat, harus bersatu padu dan saling bahu-membahu agar “impian” tersebut bisa terwujud.
Namun begitu, cita-cita tersebut bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Selama ini, kota gudeg Yogyakarta lah yang menyandang predikat sebagai kota pelajar. Tapi bukan merupakan dosa saya kira, apabila Kudus berkeinginan menjadi kota pelajar.
Justru, cita-cita tersebut adalah dalam kerangka fastabiq al-khairat (berlomba-lomba dalam hal kebaikan), dan sesuai dengan amanat founding fathers pendiri bangsa dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mewujudkan kudus menjadi kota pelajar sangatlah berat dan bisa dikatakan sebagai “mimpi”, memang. Namun begitu, itu bukanlah hal yang tidak mungkin diwujudkan. Karena kultur, millieu dan sumber daya manusia (SDM), dan banyaknya putera daerah yang menjadi cendekiawan, bisa menjadi modal untuk itu.
Kultur kudus dan pola pikir masyarakatnya bisa dibilang sudah maju dibandingkan dengan kota-kota tetangganya seperti Demak, Pati dan Jepara. Pembangunan struktur dan infrastrukturnya juga sudah cukup memadai.
Sarana pra sarana dan fasilitas yang menunjang perkembangan pendidikan seperti Perpustakaan, jaringan Internet atau Teknologi Informasi (IT), cukup menggembirakan, meski tetap membutuhkan perhatian.
Millieu (lingkungan)-nya juga sangat prospektif untuk pengembangan pendidikan, terutama untuk kawasan timur Pantai Utara (Pantura). Banyak sekolah unggulan, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan profesi, berdiri. Universitas Muria Kudus (UMK), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Akademi Keperawatan (Akper) Krida Husada, Akademi Kebidanan (Akbid), Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Cendekia Utama, IKIN, EMC Course, dan banyak lagi lembaga pendidikan lain.
Selain itu, di kudus juga banyak berdiri pesantren-pesantren. Lembaga pendidikan keagamaan yang menjadi harapan Pemda (dan Bangsa) dalam turut serta membangun karakter masyarakatnya.
Dalam hal SDM, kudus bisa dibilang cukup bagus. Ini, ditambah dengan banyaknya putera daerah yang menjadi cendekiawan sehingga bisa dimintai sumbang-saran, tenaga dan pikirannya untuk mewujudkan kudus menjadi kota pelajar, meski mereka tersebar di berbagai kota.
Sedikit menyebut nama putera daerah yang cukup diperhitungkan dalam dunia pendidikan diantaranya Prof. Dr. Abdul Djamil, MA (Rektor IAIN Walisongo Semarang), Prof. Dr. Abdurrahman Mas’oed, MA (Mantan Direktur Pascasarjana IAIN Walisongo, kini Rektor Universitas Sains Qur’an Wonosobo), Drs. Noor Ahmad, MA (Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang), Prof. Dr. Ahmad Rofiq (Sekretaris MUI Jateng, Dosen Pasca Sarjana IAIN Walisongo), Prof. Dr. Chatibul Umam (Guru Besar UIN Jakarta), Prof. Muslim A. Kadir (Ketua STAIN Kudus) Drs. Abdul Mu’ti, M.Ed (Dosen, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah), Prof. Dr. Satoto (Ketua Dewan Riset Daerah Jateng), dan masih banyak lagi.
Dengan berbagai kemungkinan dan SDM seperti disebut di atas, maka menjadikan kudus menjadi kota pelajar, bukanlah sesuatu yang sulit. Tinggal bagaimana pemerintah mengelola semua kemungkinan dan kekuatas di atas.
Kebijakan Pemda menerapkan jam belajar bagi anak jam 18.00 – 21.00, juga bisa menjadi salah satu penyokong terwujudnya cita-cita luhur tersebut.

INFO KUDUS Free Magazine
Edisi 01, Oktober 2006

0 comments

Posts a comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
© 2011 My Dreams
Designed by Blog Thiết Kế
Back to top